Senin, 13 Desember 2010

Pernyataan Sikap F-PKS DIY Tentang Penetapan Gubernur DIY

Pernyataan Sikap
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

tentang
Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
Rancangan Undang Undang Keistimewaan D.I. Yogyakarta

Yang kami hormati, Ketua DPRD Provinsi DIY
Yang kami hormati, Para Pimpinan DPRD Provinsi DIY
Yang kami hormati, Seluruh anggota DPRD Provinsi DIY
Serta seluruh rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta yang kami cintai

Assalamu’alaikum wr. Wb.
Segala puji hanyalah milik Allah SWT Tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya serta semua yang mengikuti jejak langkah beliau.

Pada kesempatan yang mulia ini kami sampaikan Ucapan terima kasih kepada pimpinan rapat yang telah memberikan waktu pada Fraksi PKS untuk menyampaikan sikap fraksi pada siang hari ini, demikian pula kami haturkan selamat datang kepada seluruh masyarakat Yogyakarta atas kehadirannya memeriahkan dan menguatkan keputusan Rapat Paripurna DPRD pada siang hari ini, sungguh...kehadiran ribuan rakyat pada hari ini menunjukkan betapa rakyat Yogyakarta sangat peduli mengenai Keistimewaan Yogyakarta yang kita cintai ini.

Sidang Paripurna yang kami hormati
Ngayogyakarta Hadiningrat, yang sekarang menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan salah satu Kesultanan Islam yang ada di Indonesia, sehingga Sultannya bergelar “Senopati Ing Ngalogo Abdurrakhman Sayyidin Panotogomo Khalifatullah ing Tanah Jawi” yang maknanya, Sultan adalah Panglima Perang, Hamba Allah Yang Maha Penyayang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama, Pemimpin di Tanah Jawa). Sebelum masuknya Islam, seperti daerah lain, penduduk daerah ini beragama Hindu dan Budha. Masuknya Islam sebagai sebuah ajaran baru perlahan-lahan mempengaruhi kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Yogyakarta. Para Wali Songo, terutama Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said, mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan masyarakat Islam di Kasultanan Yogyakarta ini.

Menurut seorang ahli sejarah yang lahir dan besar di Yogyakarta, Drs. Adaby Darban, S.U. dalam buku Sejarah Kauman. Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah, Tarawang, Yogyakarta, Januari. 2002, Keraton adalah simbol eksistensi kekuasaan Islam. Dalam penataan bangunan, keraton selalu memiliki masjid dan alun-alun. Masjid keraton memegang peranan penting dalam membangun pendidikan dan kebudayaan Islam. Masjid keraton juga dipergunakan oleh Sultan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat umum. Begitu pula dengan Keraton Yogyakarta, yang dilengkapi dengan Masjid Agung dan alun-alun. Masjid Agung Keraton Yogyakarta dilengkapi dengan bangunan serambi yang memiliki fungsi khusus. Serambi masjid itu diberi nama “Al-Mahkamah Al-Kubra”, yang berarti mahkamah agung, berfungsi sebagai tempat untuk menyelesaikan berbagai persengketaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Untuk urusan keagamaan, dibentuklah lembaga kepenghuluan sebagai Penasehat Dewan Daerah sekaligus menjadi bagian birokrasi kerajaan. Mereka adalah para ulama dan para ‘alim yang bertugas mengatur semua kefungsian masjid, diantaranya pendidikan (pondok pesantren).

Selain Masjid Agung, yang merupakan masjid sentral kasultanan, keraton juga mendirikan masjid di daerah-daerah, yang sekarang dikenal dengan masjid Kagungan ndalem. Melalui masjid-masjid inilah agama Islam disebarkan dan dikembangkan. Dan melalui masjid kagungan ndalem inilah mula-mula proses pembangunan masyarakat Islam dilakukan. Diantara masjid kagungan ndalem yang peranannya di masyarakat tidak dapat diragukan adalah, masjid Karang Kajen (masjid abdi dalem kaji), masjid Mlangi (tempat dimana Bendoro Pangeran Hangabehi Sandiyo atau lebih dikenal dengan KH Nur Iman mengajarkan agama), masjid pakuncen, dan masjid-masjid pathok negoro. Melalui masjid-masjid inilah proses pembentukan masyarakat Islam pada masa awal dilakukan. Dan melalui masjid kagungan ndalem ini pulalah budaya dan sistem masyarakat Islam mulai dibangun.

Uraian serba singkat diatas memberi gambaran kepada kita tentang peranan kraton dalam menyebarluaskan Islam dan mewujudkan tatanan budaya dan masyarakat islami. Akan tetapi, selain peranannya yang besar dalam pembangunan tata masyarakat dan budaya islami, kasultanan Islam juga tetap memelihara keanekaragaman dan kemajemukan masyarakatnya. Hal ini terbukti dengan adanya fasilitasi sultan untuk pembangunan GPIB Marga Mulya, di utara Loji Kebon dan gereja katolik Franciscus Xaverius di loji kidul.

Dengan demikian, dinasti Hamengku Buwono telah membuktikan diri sebagai Khalifatullah yang hamangku, hamengku dan hamengkoni masyarakat bangsanya, serta telah berhasil mengaplikasikan nilai-nilai luhur pada tatanan masyarakat yang berbudaya Islami, namun tetap menghargai kemajemukan dan keragaman religiusitas masyarakat seperti halnya pernah terjadi pada masyarakat Islam yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw di kota Madinah Al Munawwaroh pada waktu dahulu.

Sidang paripurna yang kami hormati
Menanggapi surat pimpinan DPRD nomor : 160/1601, hal : Penyataan Sikap Fraksi-fraksi DPRD Provinsi DIY terhadap suksesi jabatan Gubernur DIY, tertanggal 2 Desember 2010, maka Fraksi PKS menyampaikan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Fraksi PKS amat menghargai dan memahami jejak sejarah amat dalam yang ditorehkan oleh Sultan Hamengku Buwana IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII dengan menggabungkan 2 (dua) Kerajaan yang beliau berdua pimpin dengan bayi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) melalui Maklumat 5 September 1945 yang fenomenal tersebut , sehingga dengan bergabungnya dua kerajaan ini, posisi tawar dan politik NKRI menjadi kuat dan diperhitungkan oleh dunia internasional. Hal inipun telah diakui pula oleh Bapak pendiri bangsa ini dengan mengakuinya sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta yang setingkat provinsi, dipimpin oleh Dwitunggal Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

2. Fraksi PKS sangat memahami ketentuan dalam konstitusi NKRI pasal 18B dalam memandang Keistimewaan DIY yang diatur tersendiri dan diakui serta dihormati sebagai salah satu satuan pemerintahan daerah yang merupakan pengecualian dari berbagai ketentuan umum yang tercantum pasal 18 UUD 1945 ayat 4.

3. Fraksi PKS sangat merasakan dinamika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang amat menghargai, menghormati dan mencintai para pemimpin kultural mereka, sehingga mereka meminta agar para pemimpin tersebut tetap memimpin mereka, baik sebagai pemimpin kultural di Keraton Kasultanan dan Pura Pakualaman sekaligus pemimpin di Pemerintahan. Mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan harapan sebagian besar masyarakat DIY hanya akan menyebabkan terjadinya kondisi disharmoni yang tidak menguntungkan bagi berjalannya pemerintahan di DIY dan memperburuk hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, yang jelas-jelas merugikan masyarakat DIY secara keseluruhan.

4. Sesuai dengan instruksi Ketua DPW PKS DIY tertanggal 12 des 2010 no: 001/AL/DPW-PKS/I/1432 yang memerintahkan Fraksi PKS untuk memperjuangkan penetapan Sultan Hamengkubuwono X dan Sri Paduka Pakualam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur dalam RUU Keistimewaan DIY.

Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka Fraksi PKS menyatakan sikap terhadap Pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai berikut :

Fraksi PKS mengusulkan agar pengisian jabatan gubernur di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan dengan menetapkan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal-hal lebih teknis mengenai isi Rancangan Undang-undang Keistimewaan DIY, akan kami sampaikan kepada DPR RI melalui Anggota Fraksi PKS di DPR RI.

Kepada seluruh masyarakat Yogyakarta, Fraksi PKS mengajak marilah kita perjuangkan keistimewaan Yogyakarta dengan cara cara yang istimewa yakni perjuangan yang menjunjung tinggi nilai2 luhur dan bermartabat, sebagaimana karakter rakyat Yogyakarta yang menjunjung tinggi nilai2 luhur dan akhlaq mulia. Jangan sampai ada darah yang tercecer, jangan ada perilaku anarkhis. Kita tunjukkan kepada Indonesia, kita tunjukkan kepada dunia bahwa Yogyakarta menjunjung tinggi nilai nilai demokrasi, mampu menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak. Mari kita torehkan sejarah perjuangan keistimewaan Yogyakarta dengan tinta kejuangan yang dapat dibanggakan oleh anak cucu kita.

Demikian pernyataan sikap Fraksi PKS, mohon maaf atas segala kekhilafan.
Wassalaamu’alaikum wr wb

Yogyakarta, 13 Desember 2010
Ketua Fraksi

Ahmad Sumiyanto

Sekretaris Fraksi

Arif Rahman Hakim

[+/-] Selengkapnya...

Rabu, 01 Desember 2010

Rehabilitasi Merapi Tahun Pertama Butuh Rp 500 M

KORAN TEMPO - Total anggaran yang dibutuhkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi penanggulangan bencana Merapi untuk tahun pertama sebesar Rp 553,603 miliar. Dana itu diperoleh dari APBN senilai Rp 403,183 miliar, APBD DIY 2011 sebesar Rp 98,592 miliar, dan APBD Sleman 2011 sebesar Rp 51,8 miliar.

Prioritas anggaran tahun pertama untuk pembangunan shelter atau hunian sementara dan pemulihan ekonomi pengungsi. "Hasil redesain dari RAPBD DIY 2011 hanya sebesar Rp 41 miliar, padahal kami butuh Rp 98 miliar," ujar Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Sangidu Umar saat melakukan dangkan sisa dana sebesar sekitar Rp 40 miliar digunakan untuk menutup defisit anggaran 2011, yang berkisar Rp 150 miliar.

Besaran dana itu berdasarkan kemampuan daerah dan provinsi yang diputuskan dalam rapat koordinasi antara pemerintah DIY, Pemerintah Kabupaten Sleman, dan pemerintah pusat, yang diwakili Badan Nasional Penanggulangan Bencana. "Anggaran dari kabupaten untuk pembiayaan ringan, provinsi untuk sedang, serta pusat untuk berat dan ekstrem,"kata anggota Komisi C DPRD DIY, Sukedi.

Menurut anggota Komisi C, Arif Budiyono, penganggaran dana reha bilitasi dan rekonstruksi belum bisa dipastikan hingga tahun ke berapa.

Hanya, legislatif dan eksekutif menganggarkannya hingga tahun ketiga. “Kami belum bisa memastikan bencana Merapi berakhir sampai kapan,”kata Arif.

Penganggaran tersebut juga dipergunakan untuk menangani warga bantaran Kali Code, Kota Yogyakarta, yang terkena banjir lahar dingin. Banjir itu merupakan dampak sekunder dari erupsi Merapi. “Anggaran penanganan banjir lahar dingin juga dari dana ini. Tapi, karena sungai merupakan kewenangan pusat, ada kemungkinan dana ditanggung pusat,”kata Arif. ● PITO AGUSTIN RUDIANA

*Sumber : Koran Tempo, 1 Desember 2010 hal C1

[+/-] Selengkapnya...